Gaungriau.com (KOTA BANDUNG) -- Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Barat mengakui bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima tembusan surat pernangguhan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 dari perusahaan.

“Dengan tidak adanya tembusan surat pernangguhan pembayaran THR 2021. Itu artinya masih aman,” kata Ketua Kadin Jawa Barat, Cucu Sutara, dalam diskusi Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) bersama Prodi Doktor Ilmu Manajemen (DIM) Unpad: Menanti THR 2021 di Kampus Unpad, Jalan Dipatiukur, Kamis 29 April 2021.

Menurut Cucu, pembayaran THR oleh perusahaan kepada karyawannya sudah menjadi perintah yang wajib dijalankan pemerintah, walaupun kondisi perusahaan di Indonesia sangat terdampak pandemi Covid-19.

“Pembayaran THR sudah menjadi perintah yang wajib dijalankan pemerintah. Bila tidak, pengusahaan akan dikenai denda 5%,” ucapnya.

Cucu mengatakan, berdasarakan informasi yang diperoleh dari perbankan, sebanyak 70 persen pengusaha melakukan restrukturisasi atau penangguhan pembayaran kredit. Dan tidak sedikit perusahaan yang harus menjual aset hingga memaksimalkan restrukturisasi.

“Dengan kondisi ini mereka kesulitan untuk membayar THR. Untuk membayar THR tersebut, banyak perusahaan yang menjual aset hingga memaksimalkan restrukturisasi. Kita punya program peyelamatan, pemulihan, dan penormalan. Namun kondisi sekarang, banyak aset yang dijual, karyawan di rumahkan. Jangankan pemulihan, penyelamatan pun belum berhasil,” jelasnya.

Cucu mengimbau kepada semua pengusaha untuk membayar THR, walaupun kondisi perusahaan di Indonesia sangat terdampak pandemi Covid-19.

“Yang sakit saat ini pengusaha, ASN tidak terkena dampak. Akademisi tidak terkena dampak. Tapi kami sangat terdampak,” ungkapnya.

Cucu menurutkan, saat ini ada sekitar 700 hotel di Jawa Barat yang akan dijual termasuk dari sisi transportasi, pariwisata, mengalami minus.

“Jadi kalau ada yang berkata investasi meningkat, coba buktikan yang mana. Sebab ekspor bukan dari Jabar tapi Cengkareng karena Patimban dan BIJB belum optimal. Ambillah kebijakan yang tepat dari data yang benar karena banyak data yang berbeda. Misalnya data UMKM yang berbeda antar-dinas,” imbuhnya.**(Humas)