• Humas PN Pekanbaru Martin Ginting, SH, MH

PEKANBARU--Gaungriau.com-- Pengadilan Negeri Pekanbaru sangat menyayangkan terkait hebohnya pemberitaan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Kelas 1A Medan dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (WKPN) Kelas 1A Medan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Pasalnya, hebohnya pemberitaan OTT KPN dan WKPN Kelas 1A Medan tersebut jelas sudah sangat merugikan peradilan yang ada di Indonesia. Karena OTT dalam pemahaman adalah tertangkap tangan berarti sudah ada bukti. Namun, Informasi KPK RI hanya menetapkan tersangka hakim Ad hoc Merry Purba dan panitera penganti PN Kelas 1A Medan. Kendati, sudah heboh diberitakan OTT namun karena kurang bukti KPK membebaskan Ketua dan Wakil Ketua PN Medan.

Heboh pemberitaan empat hakim Pengadilan Negeri Medan terjaring OTT KPK, Selasa 28 Agustus 2018. Mereka yaitu Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan, Wahyu Prasetyo Wibowo (Wakil Ketua PN Medan), Sontan Merauke Sinaga (hakim karier), dan Merry Purba (hakim adhock Tipikor). Bahkan panitera pengganti dalam perkara itu, Elfandi dan seorang panitera pengganti, Oloan Sirait.

Humas Pengadilan Negeri Pekanbaru Martin Ginting, SH, MH menjelaskan pihaknya yang juga sebagai anggota masyarakat yang pemerhati peradilan patut bersedih, karena di era yang sekarang ini masih belum begitu maksimal ketaatan, kepatuhan dari aparatur peradilan itu sendiri. Namun, patut juga dicermati bahwa dari info yang kami peroleh dari KPK bahwa yang ditetapkan sebagai tersangka hanya hakim Ad hoc Merry Purba dan panitera penganti.

"Sehingga, apa yang kita dapatkan berita di media on-line bahwa ketua dan wakil ketua PN dan salah satu hakim terjaring OTT sebenarnya itu belum sepenuhnya benar. Sehingga, kita perlu menunggu, mencermati, jangan sampai terjadi fitnah, terjadi hal-hal yang dapat merugikan aparat peradilan itu sendiri," ungkap Martin kepada awak media ini dan Wartawan Pengadilan Negeri (WPN) Pekanbaru Kamis 30 Agustus 2018.

Hebohnya pemberitaan OTT KPN dan WKPN Kelas 1A Medan, pihaknya selaku Humas mewakili hakim di PN Pekanbaru merasa sedih, karena kenapa KPK yang notabene lembaga yang kita sangat kita akui kinerjanya, begitu mudahnya melakukan penangkapan ataupun katakan memberitakan adanya OTT terhadap pimpinan peradilan.


"Apalagi itu sosok ketua dan wakil ketua PN Kelas 1A, ini sangat merugikan peradilan di Indonesia. Karena yang ternyata ditetapkan tersangka hanya salah satu hakim saja. Sehingga dapat dikatakan nama baik, kredibilitas dari Ketua dan wakil Ketua PN dan anggota lainnya bisa dibilang sudah tercemar, di mata masyarakat ini sudah negatif, ini perlu pemikiran KPK lebih teliti dan lebih detail ketika mengambil "menciduk" aparatur peradilan apalagi dia pimpinan peradilan kelas 1A di Indonesia," terang Martin.


Apalagi, lanjut dia, untuk persoalan ini cara pemulihannya juga butuh cara yang sulit karena sudah terlanjur orang banyak mendengar bahwa yang bersangkutan ketua dan wakil ketua dan salah satu hakim sudah kena OTT (Operasi Tangkap Tangan).

"Ya, ternyata oleh KPK tidak dijadikan tersangka ini perlu dikoreksilah oleh KPK dalam penegakan hukum di Indonesia tidak boleh sembrono, tidak boleh sembarangan, terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan kena OTT. Karena OTT dalam pemahaman adalah tertangkap tangan berarti sudah ada bukti. Ternyata, yang terjadi di Medan yang ditetapkan jadi tersangka hanya salah satu hakim saja, ini kan sangat-sangat merugikan," ulas Martin.

Apalagi, Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan adalah mantan pimpinan di PN Pekanbaru. Pihaknya juga sangat menyayangkan terjadinya peristiwa seperti ini kenapa tidak mendetail,tidak mendalam diselidiki baru diekspos ke media.

"Saya kira itu pandangan kami selaku humas PN Pekanbaru. Pengeksposan ini yang kami sayangkan terlalu cepat publik diberitahu dengan statement-statement yang beragam di tengah-tengah masyarakat," ujar Martin.

Menurutnya, Pengadilan Negeri Pekanbaru terus memberikan pelayanan yang transparan dan kredibilitas. Sehingga, pencari keadilan mendapatkan keadilan. Apalagi, pengawasan selalu dilakukan semua pihak terhadap seluruh peradilan yang ada di Indonesia.

"Sehingga, jika ada oknum peradilan yang bermain maka dengan sendirinya akan tergilas keadaan. Karena banyaknya pihak yang memantau kinerja peradilan, seperti KY (Komisi Yudisial), Ombudsman, dan badan pengawasan dari Mahkamah Agung (MA), Indonesia Corruption Watch (ICW), KPK dan masih banyak yang lainnya," tegas Martin.

Martin menjelaskan, pada prinsipnya di era sekarang ini dapat dikatakan bahwa banyak pihak yang sangat peduli dengan penegakan hukum di Indonesia, khususnya para-para pencari keadilan di Pengadilan yang ada Indonesia ini. Untuk meningkatkan kredibilitas penegakan hukum itu banyak pihak yang memantau kinerja peradilan, maka karena itu pengadilan terus berbenah diri, untuk meningkatkan pelayanan di segala lini seluruh peradilan.

"Khususnya PN Pekanbaru yang meningkatkan kinerjanya melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), akreditasi, pembayaran biaya perkara secara On-line dan sebagainya. Semua itu tujuannya adalah mengurangi kontak langsung dengan aparatur peradilan itu sendiri di internal. Sehingga, pelayanan di tempat terbuka sehingga terjadi keadilan, ataupun orang-orang yang langsung berurusan dengan pengadilan bisa langsung secara transparan bisa dilayani, tanpa harus bargaining-bargaining tertentu dengan aparat-aparat yang selalu memanfaatkan situasi untuk mencari uang dari para pencari keadilan ataupun orang yang berurusan dengan pengadilan," urainya.

Apalagi, kata Martin, pihaknya bersama dengan aparat pengadilan, setiap saat waktu ada dan saat rapat bulanan, mingguan selalu diinstruksikan agar kita selalu mawas diri, berbenah diri untuk meningkatkan kualitas diri. Karena, sesuai dengan visi Mahkamah Agung, Peradilan pada tahun 2025 nanti sudah benar-benar excelent, pelayanan prima sehingga seperti pelayanan-pelayanan peradilan yang ada di luar negeri. Sehingga adapun oknum-oknum yang belum bisa tertib, mengikuti arahan-arahan ataupun petunjuk-petunjuk pimpinan mahkamah agung di daerah.

"Maka, itu dengan sendirinya akan tergilas keadaan, karena banyaknya pihak yang memantau kinerja peradilan, seperti KY (Komisi Yudisial), Ombudsman, dan badan pengawasan dari Mahkamah Agung (MA), ICW, KPK dan banyak yang lainnya.Jadi, kinerja kita ini setiap saat, setiap detik dipantau, sehingga hal itu sangat membantu penegak-penegak hukum yang ada di peradilan ini menjadi lebih baik, karena selalu diawasi oleh pihak eksternal," tandas Martin. (rud)