PEKANBARU -- gaungriau.com -- Anggota Komisi IX DPR RI Mafirion menyatakan prihatin terhadap kondisi 281 Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di seluruh Indonesia yang kini kondisi dan fungsinya tidak maksimal pasca-aset tersebut diambil alih oleh Pemerintah daerah dari Kementerian Ketenagakerjaan.

“BLK yang dikelola pemda ini kondisinya memprihatinkan, karena masalah penganggaran. Saya khawatir, visi untuk memajukan sumber daya manusia (SDM) tidak ketemu,” kata Mafirion, di Pekanbaru, Riau, Selasa 6 November 2018.

Apalagi mau memasuki Revolusi Industri 4.0, ketika manusia ujar dia, tidak lagi bersaing dengan manusia, tetapi dengan robot. “Harus dicarikan metode baru untuk membiayai BLK ini,” pinta Mafirion.

Mafirion mengungkapkan hal tersebut usai Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI, ke Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sepekan lalu.

Menurut anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR ini, untuk anggaran mungkin tidak terlalu sulit jika anggaran pendidikan disisihkan untuk pelatihan tenaga kerja. Dia tegaskan, tidak ada gunanya jika daerah mempunyai jalan bagus dan kota yang bersih, tapi angkatan kerjanya tidak mempunyai keterampilan.

“Bisa berbahaya di masa depan, karena membengkaknya pengangguran. Memecahkan masalah pengangguran tanpa BLK tidak mungkin, maka pemda harus memberi perhatian kepada BLK. Kemenaker harus memberikan supervisinya dengan baik, skema pelatihan, modul, pilihan jurusan dan potensi daerah harus dikembangkan,” ujarnya.

Mafirion mengusulkan secara fisik tenaga kerja BLK dibiayai APBD, sedangkan peralatan dan paket pelatihan oleh Kemenaker, karena pada tahun 2019 akan melatih lebih dari 500 ribu orang. Tiga tahun lalu, baru 90 ribu orang, tahun 2018 180 ribu orang, tahun 2019 hampir 500 ribu orang, dan tahun 2020 akan latih 1,5 juta orang, itu tak mungkin dilatih oleh Kemenaker, sehingga harus melibatkan BLK-BLK daerah.

BLK daerah ujar Mafirion, harus melakukan seperti BLK Pusat 3R, yaitu rebranding, revitalisasi dan reorientasi. Kalau punya jurusan 12, cukup 3 atau 4 jurusan saja tapi dididik secara massif. Bahkan istilah sekarang triple skill, untuk angkatan kerja yang tidak punya keterampilan, up-skill untuk yang punya skill dan re-skill untuk yang mereka punya skilltertentu seperti menjahit lalu pindah ke keterampilan las, otomotif pindah ke lain karena dunia kerja akan dinamis.

Terkait akan berkurangnya instruktur, Mafirion meminta Kemenaker mengusulkan kepada Kemenpan-RB untuk memprotek instruktur BLK. Instruktur BLK ini susah, pelatihannya lama, setelah jadi PNS diprotek selama 15 tahun tidak boleh pindah.

Untuk menarik para pengangguran sekaligus menghidupkan serta keberlanjutan BLK, dia juga mengusulkan BLK di daerah-daerah melakukan kerja sama dengan industri. Misalnya BLK otomotif, bisa kerja sama dengan perusahaan mobil Toyota. Perusahaan akan dengan senang hati, karena memiliki keterampilan dengan standar latihan BLK.

“BLK las bisa kerja sama dengan industri perkapalan. Yang penting pemerintah menyediakan sarana prasarana untuk mengubah SDM kita dan generasi kita bersemangat menimba ketrampilan di BLK,” imbuh Mafirion.**(bbg)