Gaungriau.com (JAKARTA) -- Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membutuhkan dukungan keuangan dari pemerintah daerah (Pemda) mengingat pengangkatan para guru honorer menjadi PPPK bukan perkara yang mudah.

“Karena melalui APBD itulah yangmenjadi sumber utama untuk bisa membiayai guru-guru yang diangkat statusnyadari honorer menjadi PPPK,” ujar Hetifah dalam Forum Legislasi bertajuk“UU Nomor 15/2005 Sejahterakan Guru? di KomplekParlemen Senayan, Jakarta, Selasa 26 Nopember 2019.

Dalam pidato Jsidang MPR RI 16Agustus 2019 lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa di tahun 2020 akan adaalokasi anggaran untuk membiayai PPPK dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN). Menurut Hetifah, penegasan Jokowi tersebut berarti ada alasan tertentudari Pemda untuk tidak mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan BelanjaDaerah (APBD) untuk pengangkatan guru honorer tersebut.

“Pemda juga mungkin karena tidakmemiliki cukup kemampuan finansial untuk membiayai pengangkatan guru honorermenjadi PPPK,” kata Hetifah

Sjaifudian.Hetifah menambahkan kesejahteraanguru juga terkait dengan status mereka. Menurutnya, kalau guru berstatuspegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara, otomatis akan mengikutistandar di UU ASN, sehingga penghasilannya lebih dari upah minimum. Hanya saja,kata Hetifah, masih banyak guru yang statusnya tidak jelas.

"Bahkan,banyak guru honorer yang mengeluh karena belum diangkat menjadi ASN maupunPPPK, " katanya.

Hetifah menjelaskan ketikakompetensi guru meningkat, maka otomatis kesejahteraannya pun meningkat. Guru akan mendapat sertifikasi sesuai kompetensi dan pada gilirannya mendapatinsenstif sebesar satu bulan gaji.

Menurut Hetifah, Kalau bicarakesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kompetensi dan mutu guru. Darisekitar tiga juta guru, satu juta guru kesejahteraanya masih di bawah layak.Definisi sejahtera memang sangat relatif.

"Tapi kesejahteraan guru terkaitdengan status mereka. Kalau sudah guru ASN otomatis mengikuti standar yang adadalam UU ASN,” ujarnya.

Sementara Wakil Ketua Komisi X,Fikri Faqih itu, mengungkapkan dana untuk pendidikan nasional sebenarnyaterbilang cukup. Yakni sebesar 20 persen sesuai dengan konstitusi, dan sesuaidengan UU Nomor 20/Tahun 2003 juga senilai 20 persen. Sehingga dari sekitar Rp2500 triliun APBN itu ada sekitar Rp 500 triliun untuk pendidikan. Itu anggranyang sangat besar sekali,.

"Kalau ini betul, dialokasikan untukpendidikan, maka segera urusan pendidikan itu selesai," katanya.**(bbg)