SELALU berbuat yang terbaik merupakan prinsip hidupnya. Tak berlebihan jika wanita paruh baya yang energik ini mampu menoreh berbagai prestasi dalam menjalani karirnya sebagai guru. Ceritanya nyaris mirip dengan "Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata yang populer itu.
Namanya Heriyanti Handono, lahir di Pekanbaru, 22 September 1971 silam. Guru SMP Negeri 1 Lubukmuda, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis ini, merupakan salah seorang penerima award Satya Lencana (perak) atas pengabdiannya selama 23 tahun sebagai tenaga pendidik.
"Penghargaan ini menjadi sangat spesial bagi saya. Karena, saya dan suami saya merupakan satu-satunya pasangan yang menerima Satya Lencana," ucap Heriyanti yang saat menerima penghargaan berbarengan dengan suami tercinta, Khairul Anzani SPd dan mengajar di tempat yang sama.
Heriyanti memang dikenal sebagai guru yang smart, tegas, disiplin dan berpendirian teguh. Meski untuk mengajar harus menempuh waktu 45 menit dari rumah dan berkubang lumpur karena infrastuktur jalan yang rusak parah, namun tak membuat ia patah arang dalam menjalankan tugasnya. Meskipun diawal bertugas sempat nervous dengan kondisi daerah tempat ia mengajar.
Cikgu Yanti mengakui, menjadi guru di daerah Inpres Desa Tertinggal (IDT) memang sangat berat. Terpencil, tidak ada listrik, sepi, jauh dari informasi teknologi, dan diperparah dengan infrastruktur yang tidak memadai.
"Menangis saya menerima kenyataan ditempatkan di daerah IDT. Bayangkan saja, saya harus mandi di sungai, gelap tanpa listrik, menggosok pakai setrika arang, tinggal di rumah papan yang bisa diintip orang, yang kondisi ini belum pernah saya alami sebelumnya. Rasanya pingin balik lagi ke pekanbaru. Bertahun-tahun lamanya kondisi ini saya jalani," ujarnya.
Jalan yang dipenuhi lumpur menuju SMPN 2 Desa Sadar Jaya, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis.
Tapi, wanita tangguh yang lahir dari pasangan Hardono dan Suwarni ini, mencoba bertahan ditengah keprihatinan sebagai PNS yang waktu itu hanya bergaji Rp 223.000 per bulan. Berbeda jauh ketika ia bekerja di salah satu hotel di Pekanbaru yang pendapatannya bisa dua kali lipat dari gajinya sebagai guru.
Semangat untuk tetap mengabdi menjadi guru makin kuat ketika pada tahun 1998 ia melepas masa lajang dan menikah dengan teman seprofesi di sekolah yang sama, Khairul Anzani SPd.
Suka dan duka dilalui pasangan ini dalam menjalani profesi sebagai guru di daerah tertinggal. Jatuh berkubang lumpur, bersua hewan liar, memakai sepatu bot ke sekolah, sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Semua dihadapi dengan canda dan tawa tanpa keluh kesah.
Bagi mereka pengabdian hal yang paling utama. Ketika amanah itu diberikan, suka tidak suka harus dijalani dengan penuh tanggungjawab. Tempaan lingkungan lah yang menjadikan Heriyanti dan suaminya sukses mendulang berbagai prestasi.
Dari ketekunannya dalam menjalankan profesi, berbagai Prestasi berhasil diukir Heriyanti. Pada tahun 2005, ia berhasil menjadi Juara I guru prestasi tingkat Kabupaten Bengkalis. Masih di tahun yang sama, dia juga menggondol Juara III guru prestasi tingkat Provinsi.
Setahun kemudian, pada tahun 2006, Yanti kembali menuai prestasi. Kala itu ia keluar sebagai Juara I inovasi pembelajaran Provinsi Riau. Yang kemudian mengantarkan ia ikut pelatihan di Bogor mewakili Provinsi Riau.
Empat tahun kemudian, pada tahun 2010, lagi-lagi ia juga meraih Juara II guru berprestasi. Disini ia 'dipaksa' mengalah untuk tidak mendapatkan juara I. Dan ini pula yang membuat down mental Cikgu Yanti karena tak lagi bisa ikut untuk tingkat Provinsi.
Kecerdasan Cikgu Yanti dibuktikan pula dengan keberhasilannya mendapat sertifikat pada Diklat Calon Kepala (Cakep) Kabupaten Bengkalis pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2012, sertifikat Cakep tingkat nasional dia dapatkan.
Khusus untuk Cakep tingkat Nasional, Heriyanti sudah mendapstkan NUKS (Nomor Unik Kepala Sekolah) yang dikeluarkan Dirjen Pendidikan dan hanya diperoleh tiga orang guru SMP di Bengkalis saat itu.
Meski apa yang didapat belum bisa mengantarkan ia sebagai Kepala Sekolah, namun semua ia terima dengan lapang dada. Baginya, apa yang ia peroleh sampai saat ini sudah jauh dari cukup.
Sekarang, Cikgu Yanti tunak menggeluti Pramuka. Katanya, di Pramuka ia menemukan jati diri yang sebenarnya. Belajar dari kehidupan alam dan bergaul dengan banyak orang.
Memang dasarnya sudah cerdas, di Pramuka ini pun ia bisa menemukan prestasi yang membawa harum nama sekolah dan daerah.
Meraih Pingdam Putri terbaik Perkemahan Jumat Sabtu Minggu (Perjusami) Penggalang. Kemudian, membawa pulang 7 (tujuh) piala di Perjusami tingkat Provinsi Riau.
"Alhamdulillah, saya dan suami mampu menjalani masa-masa getir di daerah terpencil. 23 tahun saya mengajar di SMP Negeri 2, dan baru-baru ini dimutasi ke SMP Negeri 1 Lubukmuda yang jaraknya hanya 5 menit dari rumah," pungkas ibu dua anak ini.
Ulet dan Cerdas
Heriyanti kecil tumbuh dan besar di Kota Pekanbaru. Dari kota ini Heriyanti menapak dunia pendidikan. Masuk Sekolah Dasar Negeri 24 Tampan, Heriyanti tampil sebagai anak cerdas. Prediket sebagai juara kelas selalu disandangnya.
Lepas dari sekolah dasar, Yanti masuk ke SMP Negeri 12 Pekanbaru (sekarang SMPN 14). Di sekolah menegah tingkat pertama ini persaingan kian berat. Pun begitu, yang namanya juara selalu ia dapatkan. Dan di sekolah ini pula karakternya terbentuk. Lincah, cerdas, periang, murah senyum, supel dalam bergaul, membuat ia disenangi teman-temannya.
Heriyanti Handono (Kiri) bersama teman-teman alumni SMPN 12 Pekanbaru.
"Yang paling berkesan itu masa-masa di SMP. Disini aku menemukan kawan-kawan yang asyik dan saya selalu pulang jalan kaki dari sekolah ke pasar kodim, terus naik oplet ke Tampan," ucap Heriyanti.
Lulus pada tahun 1987, Heriyanti meneruskan sekolahnya di SMA Negeri 6 Pekanbaru. Di sekolah favorit ini, Yanti pun masih bisa bersaing untuk mendapatkan prestasi. "Kelas satu saya tak mendapat juara. Tapi di kelas 2 dan 3, saya juara dua. Mungkin karena saya di jurusan Sos kali ya. Hahaha...," katanya tertawa lepas.
Tamat tahun 1990, ia melanjutkan studinya di Universitas Riau dengan mengambil Fakultas FKIP jurusan Bahasa Inggris. Tuntas menyelesaikan studi di kampus Universitas Riau, bungsu dari delapan bersaudara ini terjun ke dunia kerja.
Tak butuh waktu lama, usai diwisuda ia langsung diterima sebagai karyawan di Hotel Dyan Graha Pekanbaru. Hanya saja, tak lebih dari setahun, pekerjaan dengan pendapatan lumayan besar itu ditinggalkan seiring diterima ia sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditempatkan sebagai tenaga pengajar di Desa Lubukmuda, Kabupaten Bengkalis.
"Tak pernah terbayang sebelumnya saya punya cita-cita menjadi guru. Semua mengalir begitu saja, dan aku mengikuti aliran itu tanpa beban. Dan ketika aku mendaftar sebagai CPNS, langsung diterima. Saya diterima sebagai PNS tahun 1997 dan ditempatkan sebagai tenaga pengajar di SMPN 2 desa Sadarjaya (eks tranmigrasi), Kecamatan Siak Kecil. Untuk bisa sampai kesana, saya harus mencari-cari dulu, karena daerahnya terisolir banget," ungkap Cikgu Yanti yang hobi menyanyi dan jalan-jalan ini.
Heriyanti muda ketika itu berusia 27 tahun, muncul di tengah 'gersangnya' pembangunan infrastruktur. Dengan menyandang ransel sambil menjinjing sepatu di tangan, ia terus berjalan menerobos kubangan lumpur. Tujuannya ke SMP Negeri 2 Desa Sadarjaya. Disana Cikgu Yanti menapak karir sebagai pengajar dengan jumlah siswa waktu itu tak lebih dari 80 orang.(sier)
Heriyanti dan Khairul Anzani, satu-satunya pasangan yang mendapatkan Satya Lencana.
Biodata singkat:
Nama lengkap : Heriyanti Handono SPd
TTL. : 22 September 1971
Hobby : Singing. Travelling
Pekerjaan : Guru SMPN 1 Lubukmuda
Motto. : I will do the best
Suami. : Khairul Anzami SPd
Anak. : Dua orang
Prestasi:
1. Juara I guru prestasi tingkat Kabupaten Bengkalis (2005)
2. Juara III guru prestasi tingkat Provinsi (2005)
3. Juara I inovasi pembelajaran Provinsi Riau 2006
4. Juara II guru berprestasi (2010)
4. Diklat Cakep Kabupaten Bengkalis (2006)
5. Diklat Cakep Nasional (2012)