• Peniliti Sejarah di BPNB Sumbar, Dra. Zusneli, M.Hum. saat bicara di acara Sosialisasi Persiapan Pemajuan Kebudayaan Nagari Koto Gadang Koto Anau, Kamis 4 Februari 2021. (Dok. Istimewa)

Gaungriau.com (SOLOK) -- Nagari Koto Gadang Koto Anau yang berada di kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pernah jadi daerah yang kaya dengan hasil cengkehnya. Kekayaan daerah tersebut membuat kolonial Belanda pernah berdiam di sana. Perkembangan kerajaan di Minangkabau hingga perjuangan bangsa sebelum dan awal kemerdekaan juga punya catatan tersendiri bagi daerah tersebut.

Di Koto Gadang Koto Anau banyak ditemukan peninggalan sejarah, baik berupa benda maupun tak benda. Melihat potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut, Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Sumatera Barat (BPNB Sumbar) yang berada dibawah naungan Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melakukan 'Sosialisasi Persiapan Pemajuan Kebudayaan Nagari Koto Gadang Koto Anau' pada Kamis 4 Februari 2021 dari pukul 10.00 – 17.30 WIB di Aula Kantor Wali Nagari Koto Gadang Koto Anau, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok.

Acara Sosialisasi Persiapan Pemajuan Kebudayaan Nagari Koto Gadang Koto Anau tersebut dihadiri oleh Undri, SS, M.Si (Kepala BPNB Sumbar), Drs. Suarman (Pamong Kebudayaan Kemdikbud RI), Dra. Zusneli Zubir, M.Hum (Peneliti Sejarah di BPNB Sumbar), Jon Firman Pandu (Wakil Bupati Kabupaten Solok Periode 2021 - 2026), Drs. Teguh Hidayat, M.Hum (Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat), Wardarusmen, SE. MM (Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat), Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Solok, Rilyadi Walaputra, SE (Kasi Pertanian Barenlitbang Kabupaten Solok), Kepala BAPPEDA Kabupaten Solok, Madra Indriawan (Anggota Bidang Budaya DPRD Kabupaten Solok), Edi Setiawan, A.Md. (Wali Nagari Koto Gadang Anau), Onderus Zubir Dt. Bagindo Sati (Ketua Kerapatan Adat Nagari / KAN Koto Gadang Koto Anau), Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Solok, dan Tokoh Masyarakat Koto Gadang Koto Anau. Acara dihadiri oleh 60 orang peserta termasuk warga sekitar, berlangsung dengan tertib dan penuh antusias.

Edi Setiawan saat membuka acara tersebut mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung persiapan pemajuan kebudayaan Koto Gadang Koto Anau.

Kabid Kebudayaan Kabupaten Solok pada kata sambutannya di acara tersebut mengucapkan terimakasih kepada BPNB Sumbar karena sudah membangunkan yang ‘tertidur’ untuk pemajuan kebudayaan Koto Gadang Koto Anau.

Jon Firman Pandu mengatakan, Koto Anau Koto Gadang menjadi proyek perdana pemajuan kebudayaan. Kerjasama semua stakeholder yang ada di Kabupaten Solok sangat diharapkan untuk dapat menyukseskannya, demi kesejahteraan masyarakat.

Onderus Zubir saat mengekspos Koto Gadang Koto Anau pada acara tersebut mengatakan, “Masyarakat agar membiasakan menyebut Koto Gadang, bukan Koto Anau. Sejarahnya, Koto Gadang dibesarkan oleh koto yang anam. Nagari yang punya rajo akan memiliki kebudayaan yang tinggi. Saat ini nilai-nilai budaya sudah banyak yang hilang, butuh pelestarian. Banyak kebudayaan yang telah dilanggar pada saat ini. Rumah Gadang tidak lagi menghadap Gunung Talang. Banyak 'kiramaik' dan tuah yang hilang sejak arah Rumahgadang dirubah. Dengan adanya pemajuan kebudayaan nagari semoga kebudayaan yang hilang dapat dikembalikan. Di Koto Anau banyak permainan rakyat yang harus dilestarikan dan dibangkitkan kembali. Tarian juga banyak, tapi mati suri. Semoga pemajuan kebudayaan dapat diwujudkan, kami siap mendukung."

Adi Rahman, salah seorang tokoh masyarakat yang ikut tampil mengatakan, Koto Gadang Koto Anau punya potensi pariwisata yang besar. Salah satunya di Bukit Aia Angek, di puncaknya pemandangan sangat indah, terbuka 360 derajat. Danau Singkarak kelihatan dari sana, bisa jadi spot olahraga paralayang. Kuliner tradisinya sangat banyak, rendang terlezat juga berasal dari sana, bisa tahan bertahun. Sangat bagus jika Festival Koto Anau diadakan, sebagai event tahunan. Apalagi tahun 2022 kunjungan pariwisata di Sumbar akan meningkat, imbas dari pandemi. Pemerintah harus siap memanfaatkan peluang ini.

Sementara itu, Suarman mengatakan, "Kebudayaan adalah magnet bangsa. Bisa memakmurkan rakyat. Gerakan kebudayaan butuh sinergitas. Naskah kuno mesti diamankan, jangan sampai dijual. Karena naskah kuno sangat bernilai yang tak bisa diukur dengan uang. Naskah kuno adalah cagar budaya. Bisa dieksplor bisa menjadi muatan lokal. Naskah kuno juga adalah pembelajaran. Selain itu, bahasa daerah harus dilestarikan. Peribahasa, petuah, pidato adat, harus dicatat, agar lestari, dan dibuat standardisasinya. Kebudayaan adalah salah satu sumber APBD. Pariwisata tanpa kebudayaan, akan jatuh."

Zusneli Zubir yang juga putri daerah Koto Gadang Koto Anau mengatakan, "Pada tahun 2007 lalu Koto Anau pernah saya usulkan untuk menjadi desa wisata. Tapi belum memperoleh dukungan. Koto Anau adalah basis perjuangan melawan kolonial dan juga di masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Koto Anau dulunya kaya dengan hasil cengkeh, membuat Belanda tertarik. Koto Anau juga punya banyak cerita rakyat. Banyak tempat yang bisa dijadikan objek wisata, seperti Medan Bapaneh, Batu Hampa, Batu Manangih. Penanaman cengkeh perlu digalakkan kembali, dengan memberi bekal penyuluhan bagi para generasimudanya. Insyaallah, BPNB Sumbar akan melakukan inventarisasi dan penelitian pada budaya dan peninggalan-peninggalan sejarah di Koto Gadang Koto Anau pada bulan Maret 2021 nanti."

Pada kesempatan yang sama Teguh Hidayat, Kepala BPCB Sumbar mengatakan bahwa gerakan desa pemajuan kebudayaan adalah salah satu kegiatan utama di Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud.

Acara pembukaan Sosialisasi Pemajuan Kebudayaan Koto Gadang Koto Anau dilanjutkan dengan makan siang bersama, menikmati kuliner tradisi di Balai Adat Nagari Koto Gadang Koto Anau, dan diteruskan dengan diskusi bersama.

Pemindahan arah Istano Rajo Bagindo yang Dipatuan dari matahari terbit ke Gunung Talang jadi salah satu bahasan yang diusulkan oleh Ketua KAN pada diskusi tersebut. Dari hasil survei, untuk memindahkan arah Istano Rajo diprediksi akan menelan biaya Rp.500 juta.

Novi Lesmana, ahli waris Istano Rajo Bagindo yang Dipatuan mengatakan, "Istano Rajo Bagindo yang Dipatuan pernah ditawar oleh kolektor asal Malaysia sebesar 13 Milyar Rupiah, berikut dengan peninggalan-peninggalan yang ada di dalamnya, seperti tombak, batu angkek-angkek, gong, dan lainnya. Tapi kami tidak menjualnya, apalah artinya uang jika harus kehilangan harga diri."

"Kami mengizinkan Istano Rajo dikembalikan menghadap ke arah Gunung Talang. Tapi hati-hati membukanya, karena sebagian kayunya sudah mulai lapuk. Dan kami harap dikerjakan sampai tuntas. Dan kami juga mengizinkan bila Istano Rajo dijadikan museum," kata Novi Lesmana.

Sementara itu, Teguh Hidayat pada tanggapannya mengatakan, "Jika Istano Rajo Bagindo yang Dipatuan belum termasuk salah satu cagar budaya, maka perubahan arah bisa dilakukan. Insyaallah, dalam waktu dekat saya akan ke Jakarta, rapat di Kemdikbud, saya akan mengusulkan Koto Gadang Koto Anau jadi salah satu objek kunjungan wisata."

Jon Firman Pandu yang akan dilantik jadi Wakil Bupati Solok pada bulan Maret 2021 mendatang mengatakan sangat mendukung pemajuan kebudayaan di Koto Gadang Koto Anau. Wardarusmen berharap Pemerintah Kabupaten Solok berperan aktif dalam pemajuan kebudayaan di daerah tersebut.

"BPNB dan BPCB Sumbar siap mendukung pemajuan kebudayaan di Koto Gadang Koto Anau, Untuk mencapai keberhasilan kegiatan tersebut diperlukan komitmen dan aksi kerja nyata dan sinergitas stakeholder terkait, mulai dari Pemkab Solok dan jajarannya, serta masyarakat Koto Gadang Koto Anau," kata Undri.**(fad/rls)