JAKARTA -- Gaungriau.com -- Diangkatnya Ali Mochtar Ngabalin sebagai juru bicara Presiden Joko Widodo mengundang sedikit perhatian publik. Apalagi setelah publik melihat gambar atau foto Ali Mochtar Ngabalin saat dipanggil oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa 22 Mei 2018 ke Istana Negara.

Ali Mochtar dipercaya Presiden Joko Widodo menjadi staf khusus bersama lima staf lainnya. Namun yang menjadi perbincangan hangat publik di media sosial adalah gestur Ali Ngabalin saat berhadapan dengan Jokowi mengundang berbagai multiinterpretasi. Pro kontra pun menghiasi akun medsos facebook pribadi Ali Mochtar Ngabalin.

Dalam foto tersebut, Ali Mochtar terlihat begitu hormat dan terkesan menyembah kepada Jokowi. Padahal ketika Pilpres 2014, Ali Mochtar merupakan tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melawan Jokowi-Jusuf Kalla. Dengan latar belakangan mubaligh, Ali Mochtar dipercaya jadi juru debat nasional Prabowo dan vokal menyerang Jokowi dan beberapa kali mengeluarkan pernyataan kontroversi saat membela Prabowo.

Tak banyak jawaban dari Ketua Badan Kerjasama Pemuda Remaja Masjid Indonesa (BKPRMI). Anggota DPR RI dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi periode 2004-2009 itu telah memaafkan siapapun yang memiliki interpretasi negatif tanpa terhadap bahasa tubuhnya di hadapan Jokowi setelah ditunjuk sebagai jubir presiden.

“Gerakan saya ini sangat jelas soal etika dan sopan santun pada pimpinan. Saya maafkan siapa saja yang punya interpretasi negatif tanpa dasar tabayyun. Salam saya hamba Allah yang dhaif, “ kata mantan kader Partai Bulan Bintang (PBB) yang telah hijrah menjadi kader Partai Golkar tersebut.

Saat dihubungi, Ali Mochtar Ngabalin mengungkapkan telah bertemu dengan Presiden Jokowi pada Selasa 22 Mei 2018 siang, ditemani tiga jubir pemerintah lainnya yakni Johan Budi, Prof Ahmad Erani, dan Adita Irawati untuk mendengarkan arahan dari Presiden.

"Pak Presiden memberi arahan dan petunjuk. Diantaranya tugas mengklarifikasi banyak hal yang mungkin tidak benar dan berkembang soal pencapaian kerja pemerintah di masyarakat," kata Ngabalin, Kamis 24 Mei 2018 pagi.

Tugas lainnya kata pria Mochtar kelahiran Fakfak, Papua Barat 25 Desember 1968, yang meraih gelar doctoral dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), “meluruskan tentang fitnah yang ditujukan kepada presiden dan pemerintah, “ kata suami dari Henny Muis Bakkidu dan ayah empat orang anak itu.**(bbg)