• Datuk Seri H.R. Marjohan Yusuf

Pekanbaru (Gaungriau.com) —Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (MKA LAMR) meminta Dewan Pimpinan Harian (DPH) menghentikan kegiatan kecuali kesekretariatan dan persiapan Musyawarah Besar yang dilakukan bersama antara MKA dan DPH. Sebab patut diduga banyak kegiatan yang belum disetujui MKA, padahal persetujuan tersebut perlu sebagaimana diatur dalam AD/ART LAMR.

Demikian disampaikan Ketua Umum MKA LAMR, Datuk Seri HR Marjohan Yusuf, kepada media hari Kamis 24 Maret 2022. Dia didampingi Timbalan MKA Datuk Rustam Efendi, Ketua MKA Datuk Yoserizal Zen, dan Sekretaris Umum MKA Datuk Taufik Ikram Jamil.

“Peghentian kegiatan dimaksud sudah kami kirim ke DPH hari Rabu semalam setelah melalui rapat pimpinan dan pemberitahuan kepada anggota MKA,” kata Datuk Seri Marjohan.

Rustam Efendi menjelaskan, persetujuan MKA terhadap suatu kegiatan tentu melalui dialog yang cukup mendalam, sebab berbagai hal harus dipertimbangkan. Di dalam tubuh. MKA sendiri selain mencerminkan keterwakilan wilayah adat juga terdapat unsur adat, ulama, dan cendekiawan.

Untuk menandatangani hasil Musdalub LAMR Pekanbaru saja misalnya, MKA menurunkan tujuh orang anggota untuk menyelusuri persoalan yang ada.

Di antara kegiatan yang minta dihentikan itu adalah Seminar dan Pembentukan Peradilan Adat Lembaga Adat Melayu Riau. Bukan saja belum disetujui MKA, dalam proposal yang dikirim ke sejumlah perusahaan itu mencantumkan rekening pribadi untuk menampung dana dari perusahaan-perusahaan.

Selain itu adalah pembentukan Badan Pengembangan Usaha (BPU) LAMR, kerja sama dengan BRI, dan kerja sama dengan PT Hexa Prima Energi.

Bukan saja tidak sejalan dengan AD/ART, contoh-contoh kegiatan di atas ada yang tidak dibenarkan dalam Perda LAMR No.1 tahun 2012. Dalam AD/ART misalnya pada fungsi MKA disebutkan antara lain bahwa MKA memberikan pertimbangan, persetujuan dan pengendalian terhadap kebijakan/ program yang dilaksanakan Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau.

Begitu pula dalam hal kerja sama. Dalam Perda No.1/ 2012 BAB X Pasal 12 ayat 2 dinyatakan bahwa kerja sama hanya dilakukan dalam hal adat dan sosial budaya. Sementara kerja sama yang dibuat dengan PT Hexa Prima Energi misalnya, murni usaha yakni pekerjaan maintenance, surface facility, coating, dan fabricatin.

Tidak kalah pentingnya adalah masih kaburnya keberadaan apa yang disebut Badan Usaha M Milik Adat (BUMA). Selain itu adalah campur tangan DPH LAMR dalam Batin Tengayan, pendirian Penggawa, dan pernyataan-pernyataan mengatasnamakan LAMR, padahal lembaga ini memiliki sistem kepemimpinan kelogial.

Disebutkan oleh Datuk Seri Marjohan, pihaknya sudah berusaha mendekati DPH secara lisan. Misalnya, meminta mandat BPU LAMR dicabut dan pembatalan seminar peradilan adat. Tapi nyatanya, BPU telah memiliki SK dari DPH yang dikeluarkan Desember 2022, sementara seminar hanya ditunda sehingga menimbulkan tanda tanya.

"Pernah pula MKA meminta penjelasan soal BUMA, tetapi belum dapat dibicarakan dengan alasan bahwa BUMA belum mendapat pekerjaan," pungkasnya.**(rls)